PIONERNEWS.COM, PADANG LAWAS UTARA – Dua terdakwa kasus perambahan hutan di Kabupaten Padang Lawas Utara (Paluta) divonis bebas, pada Senin (26/05/2025) oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Padangsidimpuan.
Kedua terdakwa yakni, Tohiruddin Siregar dan Rani Harahap, warga Kabupaten Paluta ini, dinyatakan tidak bersalah karena Majelis Hakim menilai perkara yang menjerat keduanya tidak masuk ke ranah hukum pidana.
Pembacaan putusan yang dipimpin langsung Ketua Pengadilan Negeri Padangsidimpuan, Sylvia Ningsih, menjelaskan, vonis bebas ini melalui hasil pertimbangan para saksi dan bukti pada persidangan.
Ketiga Majelis Hakim memvonis bebas dua terdakwa di perkara perambahan hutan di Dusun Siboru Toba, Desa Sialang, Kecamatan Padang Bolak Julu, Kabupaten Paluta juga dengan pertimbangan hukum berdasarkan Permen LHK No.7/2021, PP No.23/2021, serta Perpers No.88/2017.
Sebagaimana, perbuatan terdakwa bukanlah suatu tindak pidana dan penyelesaian permasalah harus diselesaikan dengan cara verifikasi dan identifikasi.
Karena, menyangkut hak-hak pihak ketiga. Sehingga, harus diselesaikan dengan pemegang Hak. Dalam amar putusannya, Majelis Hakim juga memerintahkan terdakwa untuk dibebaskan dari tahanan segera setelah putusan ini diucapkan.
“Serta, dipulihkan hak-hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan, harkat serta martabatnya,” ucap Ketua Majelis Hakim dalam sidang yang berlangsung di Pengadilan Negeri Padangsidimpuan itu.
Menanggapi hal tersebut, Kuasa Hukum para terdakwa antara lain, Tirta R Bintang dan Ramses Kartago mengapresiasi putusan Pengadilan Negeri Padangsidimpuan. Menurut mereka, pertimbangan hukum Majelis Hakim sangat bagus.
“Sebab, Majelis Hakim turut mempertimbangkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan,” ungkap Tirta mewakili Kuasa Hukum para terdakwa.
Sebagaimana diketahui, lanjut Tirta, pihaknya dalam persidangan, turut menghadirkan tiga orang saksi fakta dari Dusun Siboru Toba, Desa Sialang. Kemudian, dihadirkan juga saksi ahli pidana serta ahli hukum agraria.
“Begitu juga, alat bukti surat yang kami ajukan juga kami tunjukkan dalam persidangan,” imbuhnya.
Tirta melanjut, Majelis Hakim menilai, kliennya tidak cukup bukti melakukan perambahan hutan. Di mana, berdasar UU Pokok Agraria menyebutkan, penyelesaian tanah tersebut harus memperhatikan hak-hak masyarakat terlebih dahulu, sebelum akhirnya diselesaikan secara administrasi tanpa harus masuk ke ranah pidana.
“Menurut pendapat kami, JPU gegabah dan ceroboh serta kurang smart. Karena, serta merta menerima dan menyatakan berkas perkara sudah sempurna untuk disidangkan,” terang Tirta.
Seharusnya, sebut Tirta, JPU memberi petunjuk kepada Penyidik Kepolisian untuk memeriksa ahli hukum pidana, ahli hukum Kehutanan, dan ahli hukum agraria dan melihat lokasi atau objek perkara, sebelum menerima dan menyatakan berkas perkara lengkap.
“Sehingga semuanya jelas dan terang benderang tidak ada yg ditutupi,” tegas Tirta menambahkan.
Perkara ini menurut hematnya, terkesan dipaksakan. Hingga akhirnya berujung pada putusan onslag van rechts vervolging atau lepas dari segala tuntutan hukum.
Ia memaparkan, tindakan para terdakwa yang mengelola Kebunnya yang diperoleh berdasarkan warisan dari Almarhum suaminya, bukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan JPU dalam dakwaan kesatu dan kedua.
“Kami juga sangat bersyukur, karena putusan Majelis Hakim, sesuai dengan harapan klien kami,” ungkap Tirta.
Sebelumnya, Tirta mengungkapkan, perkara ini bermula saat petugas Kepolisian di Kabupaten Tapanuli Selatan (Tapsel) melakukan penetapan tersangka terhadap kedua terdakwa atas kasus perambahan hutan usai melakukan penyelidikan.
Sehingga, kedua terdakwa akhirnya ditahan. Ironisnya menurut Tirta, saat perkara tersebut masih ditangani Penyidik, ada oknum Polisi yang menjanjikan mampu menghentikan perkara yang melibatkan kedua terdakwa.
Di mana, oknum tersebut diduga ada meminta sejumlah uang ke terdakwa senilai Rp230 juta. Terdakwa sempat memberikan uang tersebut dengan cara mentransfer sebanyak 3 kali pada November 2025 lalu.
Namun nahasnya, bukan perkaranya yang berhenti, malah kasus yang melibatkan para terdakwa naik ke persidangan. Ia berharap ada sorotan dan ketegasan dari Kejaksaan Agung RI dan Kejaksaan Tinggi melakukan examinasi terhadap JPU dan termasuk pihak Kepolisian ke Penyidik.
Selanjutnya, pihaknya juga menyampaikan bahwa, terdakwa Ramses Karatago telah datang ke Kejaksaan Negeri Padang Lawas Utara untuk meminta dan mengeluarkan barang bukti satu unit Excavator.
Namun setelah bertemu dengan pihak Kejaksaan, mereka belum mau mengeluarkan barang bukti tersebut dengan alasan putusan belum inkracht. Padahal, amar putusan Pengadilan Negeri Padangsidimpuan telah menyatakan mengembalikan barang bukti kepada terdakwa I.
“Maka harapan kami, selaku Tim Kuasa Hukum, agar Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara dan Kejaksaan Agung RI memerintahkan Kejaksaan Negeri Padang Lawas Utara untuk mengembalikan barang bukti kepada terdakwa I. Kami akan mendiskusikan dengan klien kami upaya hukum lainnya jika diperlukan,” kata Kuasa Hukum.
Sementara di lokasi persidangan, sebelum menutup sidang, Majelis Hakim memberikan kesempatan kepada JPU untuk melakukan upaya hukum atas putusan bebas kedua terdakwa. Suasana haru bercampur bahagia pun, menyelimuti Ruang Sidang Tirta Pengadilan Negeri Padangsidimpuan.
Jabat tangan dan peluk erat antara terdakwa bersama keluarga, kolega, handai taulan terjadi di Ruang persidangan.(Rel)