PIONERNEWS.COM, TAPANULI SELATAN – Upaya pelestarian ekosistem Batang Toru, habitat asli Orangutan Tapanuli (Pongo Tapanuliensis) yang dikenal sebagai spesies kera besar paling langka di dunia, kembali mendapat dukungan nyata.
Hal ini ditandai dengan digelarnya konsultasi publik hasil studi kelayakan koridor ekosistem Batang Toru, Selasa (09/09/2025), di Aula Kantor Bappeda Kabupaten Tapanuli Selatan (Tapsel).
Acara tersebut dibuka langsung Bupati Tapsel, H Gus Irawan Pasaribu, yang diwakili Wakil Bupati (Wabup), H Jafar Syahbuddin Ritonga.
Dalam sambutannya, Jafar menegaskan pentingnya menjaga kelestarian hutan tropis Batang Toru, karena bukan hanya sebagai rumah bagi satwa langka, tetapi juga sumber air bersih yang menopang kehidupan masyarakat dari hulu hingga hilir.
“Ekosistem Batang Toru sangat vital. Ia adalah rumah bagi satwa langka seperti Orangutan Tapanuli, Harimau Sumatera, Beruang Madu, dan Rangkong. Sekaligus, ia adalah penyangga kehidupan masyarakat. Jika kita tidak menjaganya, yang rugi bukan hanya satwa, tapi juga manusia,” tegas Jafar.
Dalam forum tersebut, dipaparkan hasil studi kelayakan pembangunan empat koridor satwa liar di kawasan Batang Toru. Keempatnya adalah Koridor Hutaimbaru, Bulu Mario, Silima-lima, dan Aek Malakkut.
Koridor ini dirancang untuk menghubungkan blok-blok hutan yang terpisah yakni, blok Timur, Barat, dan Sibual-buali, sehingga memungkinkan satwa kunci tetap bergerak bebas, mempertahankan keragaman genetik, dan mengurangi risiko kepunahan.
Selain itu, pembangunan koridor juga diharapkan dapat meminimalisir konflik manusia dengan satwa liar serta melibatkan masyarakat sekitar dalam kegiatan pelestarian.
“Melalui pembangunan koridor, Orangutan Tapanuli dapat bergerak dengan aman, melakukan pertukaran genetik, dan mempertahankan populasinya agar tetap sehat,” jelas Jafar.
Rencana pembangunan koridor ekosistem Batang Toru ini sejalan dengan Dokumen Strategi dan Rencana Aksi Keanekaragaman Hayati Indonesia (IBSAP) 2025-2045. Di mana, pembangunan koridor satwa liar menjadi strategi utama dalam menjaga keberlanjutan ekosistem.
“Pertemuan ini diharapkan sejalan dengan misi pembangunan daerah, yakni mewujudkan masyarakat Tapsel yang maju, berkarakter unggul, sehat, cerdas, dan sejahtera untuk menyongsong Indonesia Emas 2045,” tambah Jafar.
Acara ini turut menghadirkan narasumber dari kalangan akademisi dan pakar konservasi. Sundaland Program Director, Jeri Imansyah, menegaskan bahwa, program ini telah mendapat dukungan dari berbagai pihak, termasuk Konservasi Indonesia, Pemprov Sumut, dan Pemkab Tapsel sejak 2022.
Kajian teknisnya melibatkan lembaga riset dan konservasi, antara lain Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sumut, Yayasan Ekosistem Lestari (YEL), serta Sumatera Rainforest Institute (SRI).
“Melalui kolaborasi para pihak, dampak positif bagi masyarakat maupun ekosistem akan semakin luas. Inilah wujud nyata ekonomi hijau yang selaras dengan pembangunan berkelanjutan,” ungkap Jeri.
Ekosistem Batang Toru dikenal sebagai ‘Jantung Hijau’ Sumatera Utara. Di sinilah hidup kurang dari 800 individu Orangutan Tapanuli, spesies yang baru diidentifikasi secara ilmiah 2017 lalu.
Kelestarian habitat ini, sangat menentukan reputasi Indonesia di mata dunia dalam upaya konservasi satwa langka. Melalui hasil rekomendasi studi kelayakan ini, Indonesia diharapkan semakin memperkuat komitmennya dalam menjaga ekosistem unik Batang Toru.
Sekaligus, mendukung pencapaian target pembangunan berkelanjutan nasional. Acara tersebut turut dihadiri Sekda Tapsel Sofyan Adil, beserta pejabat pemerintah daerah, perwakilan lembaga swadaya masyarakat, dan komunitas lokal lainnya. (Rel/Reza FH)













