Example floating
Example floating
BeritaDaerahPemkab TapselSumutTapanuli Selatan

Belum Genap 6 Bulan Berjalan, Gerakan 1.000 Kolam Bawa Tapsel Terbaik Nasional di Ajang I-SIM 2025

32
×

Belum Genap 6 Bulan Berjalan, Gerakan 1.000 Kolam Bawa Tapsel Terbaik Nasional di Ajang I-SIM 2025

Sebarkan artikel ini
Bupati Tapsel, Gus Irawan Pasaribu, bersama jajaran, saat menabur bibit ikan di kolam Pokdakan Berkah Sitampa Simatoras
Tabur Bibit: Bupati Tapsel, Gus Irawan Pasaribu, bersama jajaran, saat menabur bibit ikan di kolam Pokdakan Berkah Sitampa Simatoras. (Foto: Ist)

PIONERNEWS.COM, JAKARTA — Kabupaten Tapanuli Selatan (Tapsel) kembali mencatatkan prestasi membanggakan di tingkat nasional. Daerah yang berada di selatan Provinsi Sumatera Utara itu berhasil meraih penghargaan terbaik pertama (Top 1) nasional dalam ajang Integrated Sustainability Indonesia Movement (I-SIM) 2025, pada Rabu (19/11/2025) pagi.

Bupati Tapsel, H Gus Irawan Pasaribu, menerima langsung penghargaan ini di Gedung Graha Surveyor Indonesia, Jakarta. Ajang ini, merupakan penghargaan tertinggi bagi pemerintah daerah yang dinilai berhasil mengakselerasi pembangunan berkelanjutan.

Sebelumnya, pada Senin (17/11/2025), Kabupaten Tapsel mengikuti penjurian bersama lima daerah lain yang masuk nominasi Top 5 yang mengusung tema besar ‘Inovasi Pangan dan Gizi: Peningkatan Kualitas SDM, Percepatan Pertumbuhan Ekonomi yang Berkelanjutan, dan Penurunan Kemiskinan’.

Dari puluhan kabupaten/kota di Indonesia yang mengikuti seleksi, hanya lima daerah yang berhasil masuk nominasi Top 5. Tapsel menjadi satu-satunya daerah di Pulau Sumatera yang lolos hingga babak final dan menjadi yang terbaik atau Top 1 secara nasional.

Usai menerima penghargaan, Bupati Tapsel, Gus Irawan, turut mengungkapkan rasa syukur dan kebanggaannya atas capaian tersebut. Ia menegaskan bahwa, penghargaan ini bukan semata-mata prestasi pemerintah daerah, melainkan hasil kerja kolektif masyarakat Tapsel.

“Sebelumnya, kami ucapkan terimakasih kepada masyarakat Tapsel. Penghargaan ini, sejatinya adalah milik masyarakat Tapsel. Dan kita harus berbangga juga, karena dari 5 besar atau top five penerima penghargaan ini 3 di antaranya dari Pulau Jawa, kemudian dari Selayar, Sulawesi Selatan. Dan, Tapsel satu-satunya dari Pulau Sumatera berhasil meraih terbaik pertama,” ujar Bupati.

Ia menyampaikan bahwa, pemerintah pusat dan tim penilai memberikan apresiasi tinggi terhadap gerakan 1.000 Kolam Tapsel, sebuah inisiatif pembangunan ketahanan pangan yang telah menjadi ikon baru di Bumi Dalihan Natolu.

Dalam penjelasan Bupati, terdapat sejumlah alasan mengapa gerakan ini dinilai sangat strategis dan berkelas nasional. Gerakan 1.000 kolam ini memenuhi 17 goals atau tujuan dari SDG’s. Dan yang tak kalah penting, gerakan ini memenuhi 4 Asta Cita Presiden Prabowo.

“Di antaranya, Asta Cita terkait ketahanan pangan, swasembada pangan, energi air, dan ekonomi hijau serta biru, karena ada budidaya ikan yang tidak hanya di laut, tapi di darat juga ada. Ini juga membangun dari desa dan pemerataan ekonomi. Serta menjaga keselarasan lingkungan dan alam,” terang Gus Irawan.

Lebih lanjut, ia mengatakan, gerakan ini juga memperkuat fondasi Panca Cita Tapsel terutama pada poin kedua yaitu, peningkatan ekonomi masyarakat melalui sektor pangan. Selanjutnya, pada poin ketiga dengan menciptakan SDM yang sehat dan cerdas lewat pemenuhan gizi. Serta, poin kelima, pembangunan yang asri dan berkelanjutan.

“Gerakan 1.000 kolam ini juga menjadi bagian dari Panca Cita Tapsel di poin kedua yaitu peningkatan ekonomi. Di Panca Cita ketiga gerakan 1.000 kolam ini mampu menciptakan SDM yang sehat dan cerdas karena memenuhi gizi masyarakat. Kemudian, juga masuk ke Panca Cita kelima yaitu, pembangunan yang asri dan berkelanjutan inilah makna SDG’s itu,” sebutnya.

Di sisi lain, Gus Irawan juga menyinggung adanya peluang dukungan dana pokok pikiran (Pokir) dari Pemerintah Provinsi Sumatera Utara senilai sekitar Rp2 miliar untuk mengembangkan ekonomi berkelanjutan lainnya.

“Ini nanti, juga kemungkinan akan dapat kita dana pokok pikiran (Pokir) dari Provinsi Sumut sekitar Rp2 miliar untuk mengembangkan budidaya aren atau nira di sekitar daerah aliran sungai (DAS) yang memiliki keterkaitan erat dengan ekosistem program kolam ikan dan konservasi lingkungan,” tambahnya.

Lubuk Larangan Pilar Ekonomi dan Ekologi

Selain program kolam budidaya, menurut Bupati, Tapsel juga mengandalkan sistem tradisional lubuk larangan, yang kini diintegrasikan sebagai bagian dari konsep ketahanan pangan berbasis masyarakat.

Bupati menegaskan bahwa, ide 1.000 kolam berasal darinya, namun pelaksanaannya memerlukan keterlibatan luas masyarakat.

“Benar ide gerakan 1.000 kolam ini dari saya, tapi di dalam implementasinya perlu keterlibatan masyarakat seperti, pada metode budidaya ikan versi kearifan lokal lubuk larangan,” cetusnya.

Ia menjelaskan bahwa, lubuk larangan memiliki tiga manfaat besar, ekonomi, lingkungan, dan sosial. Misalnya dari segi ekonomis, di Garonggang, Angkola Selatan, lubuk larangannya dalam sekali panen bisa menghasilkan Rp80 juta sampai Rp90 juta dari hasil penjualan tiket.

“Setiap pembukaan menjala ikan di lubuk larangan, setengah jam selesai acara itu masih banyak masyarakat yang menjala juga, tanpa membeli tiket,” jelasnya.

“Berwawasan lingkungan juga, karena masyarakat menjadi sadar untuk tetap dapat menjaga kualitas air. Selanjutnya, masyarakat jadi lebih menjaga agar lubuk larangan tidak terjadi banjir dengan memelihara hutan. Serta, memunculkan kekerabatan yang akrab di desa,” imbuhnya.

Bahkan di sejumlah desa, kata Bupati, masyarakat telah membuat Peraturan Desa (Perdes) untuk menjaga keberlanjutan sistem ini. Jika ada yang berani mengambil ikan sebelum masa panen di lubuk larangan, itu akan dikenakan denda. Jadi, jika masyarakat yang melanggar dendanya bisa sampai Rp1 juta, kalau pengurus yang melanggar itu Rp5 juta.

“Kemudian, lubuk larangan ini sistem panennya serentak. Kalau ada pihak yang mendahului, itu juga kena denda. Hasil dari lubuk larangan ini, sudah ada yang dibangunkan masjid oleh masyarakat desa,” beber Gus Irawan.

Bukan Jumlah Kolam, Tetapi Produksi Ikan

Bupati menegaskan bahwa, istilah 1.000 kolam bukan sekadar angka simbolik, tetapi bagian dari strategi produksi pangan jangka menengah yang sudah dituangkan dalam RPJMD. Terkait dengan 1.000 kolam itu bukan target sebenarnya, tapi hanya jargon.

“Karena, targetnya sudah kami tuangkan di rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD) Tapsel. Artinya, bukan kolamnya, tapi produksinya yang kita target dengan harapan, sekitar 3 sampai 4 tahun atau di 2029 nanti gerakan 1.000 kolam ini berjalan, Tapsel sudah swasembada serta surplus ikan sendiri,” tuturnya.

Saat ini, sudah terdapat 801 kolam ikan aktif yang didukung melalui APBD, APBDes, dan CSR. Sebanyak 102 desa di Tapsel sudah mengimplementasikan program ketahanan pangan berbasis kolam. Di luar itu, terdapat kolam swadaya masyarakat dan budidaya di lubuk larangan.

“Jika semua dihitung jumlahnya itu sudah lebih 1.000 kolam itu. Dan harapannya, sudah bisa berlebih untuk memenuhi kebutuhan ikan masyarakat Tapsel. Nah, yang membikin bangga, program ini baru berjalan belum genap 6 bulan telah berhasil dilaksanakan dengan baik,” ungkap Gus Irawan.

Pengakuan nasional atas program ini menunjukkan bahwa, Tapsel telah menjadi salah satu contoh praktik baik pembangunan pangan berkelanjutan di Indonesia. Keberhasilan ini juga mengindikasikan bahwa, strategi berbasis desa, kearifan lokal, dan penguatan ekonomi masyarakat dapat memberikan dampak nyata dalam waktu singkat. (Reza FH)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *