PIONERNEWS.COM, TAPANULI SELATAN – Bupati Tapanuli Selatan (Tapsel) periode 2010-2015 dan 2016-2021, H Syahrul M Pasaribu, meminta pemerintah pusat dan kementerian terkait untuk menelusuri kerusakan hutan Batang Toru secara objektif dan berbasis data ilmiah, agar tidak berkembang persepsi tanpa dasar yang bisa menyesatkan publik.
“Kerusakan hutan di Batang Toru harus ditelusuri secara objektif. Jangan sampai opini liar mendominasi tanpa dukungan data lapangan,” kata Syahrul menjawab pertanyaan wartawan, seusai menyerahkan bantuan dari Yayasan Haji Hasan Pinayungan (YHHP), di Bukkas Malombu Angkola Sangkunur, Kamis (04/12/2025) malam.
Bahkan, Syahrul juga meminta agar penerbitan Pemegang Hak Atas Tanah (PAHT) atau izin yang diterbitkan Kementerian Kehutanan untuk mengambil kayu di areal penggunaan lain (APL) di kawasan ekosistem Batang Toru di-moratorim untuk kurun waktu tertentu.
“Karena, disinyalir PAHT ini sering disalahgunakan sembari menyempurnakan aturan yang berlaku. Apalagi, pemerintah daerah tidak lagi banyak terlibat untuk pengambilan kayu di APL,” tegasnya.
Merespons munculnya tudingan terkait perusahaan yang beroperasi di ekosistem Batang Toru sebagai penyebab bencana, menurut Syahrul, perlu dilakukan kajian ilmiah yang komprehensif dan objektif terhadap hal ini. Ia menjelaskan, yang disebut landscape atau ekosistem Batang Toru berada di 3 Kabupaten yaitu Tapanuli Utara, Tapsel, dan Tapanuli Tengah.
Luas ekosistem Batang Toru mencapai 249.169 Hektare dengan kawasan hutan 157.003 Hektar (63 persen). Rinciannya, Hutan Lindung 128.384 Hektare (52 persen), Cagar Alam 15.331 Hektare (6 persen), Hutan Produksi 10.755 Hektare (4 persen), dan Hutan Produksi Terbatas 2.533 Hektare (3 persen).
“Sementara, areal penggunaan lain (APL) mencapai 91.666 Hektare (37 persen),” beber Syahrul.
Adapun kawasan hutan yang berada di Kabupaten Tapanuli Utara yang merupakan hulu Sungai Batang Toru mencapai 66,7 persen. Kemudian, di Kabupaten Tapsel 22,6 persen dan di Tapanuli Tengah seluas 10,7 persen.
Menjawab pertanyaan wartawan apakah ada perusahaan di Tapsel yang diberi izin beroperasi di kawasan hutan Batang Toru, Syahrul mengaku, tidak ada misalnya perpanjangan izin Lokasi PTAR (PT Agintourt Resources) atau Tambang Emas Martabe tahun 2015 dan 2019 lokasinya semua berada di APL.
Demikian juga, lanjut Syahrul, izin Lokasi PT NSHE (PLTA) sejak 2011 sampai pembaharuan dan perpanjangan izin Lokasi di 2016 juga berada di APL. Apalagi, pembangkit listrik ramah lingkungan ini, sangat berkepentingan atas kelestarian ekosistem Batang Toru, agar aliran Sungai yang merupakan nyawa dari proyek strategis Nasional itu tetap terjamin.
Di setiap perpanjangan atau penerbitan izin lokasi kepada kedua perusahaan itu, walaupun berada di APL tetapi tutupannya masih bagus. Syahrul selalu mengingatkan agar selektif dan tetap berpedoman pada aturan yang berlaku dan operasionalnya selalu konsisten terhadap Amdal yang telah diterbitkan.
“Demikian juga kepada PTPN yang berada di APL harus mengikuti regulasi yang berlaku,” ungkapnya.
Terkait perusahaan lain dan berada di luar Tapsel seperti, PT SOL dan PLTA Sipan Sihaporas, apakah beroperasi di ekosistem Batang Toru, Syahrul mengaku tidak mengetahuinya. Karena, kedua perusahaan itu memang berada di Tapanuli Utara dan Tapanuli Tengah.
Ketika masih menjabat Bupati Tapsel, ia mengaku telah menginisiasi kesepakatan 3 daerah yakni, Tapsel, Tapanuli Utara, dan Tapanuli Tengah, mengenai komitmen bersama menjaga ekosistem Batang Toru selaras dengan pengelolaan sumber daya alam pada 23 Februari 2018 di Kantor Bupati Tapsel.
Komitmen para pihak itu ditandatangani oleh 39 komponen, termasuk Ketua Komisi VII DPR RI Gus Irawan Pasaribu, Ketua Komite II DPD RI Parlindungan Purba, Dirjen KSDAE KLH Wiratno, Perwakilan IPB dan USU, LIPI, Dinas Kehutanan Sumut.
Tidak hanya itu, non governmental organization (NGO) serta pemerhati lingkungan seperti, YEL-SCOP, CI Indonesia, Bitra, dan lainnya serta 5 perusahaan yang beroperasi di ekosistem Batang Toru yaitu, PTAR, NSHE, PTPN, SOL, dan PLTA Sipan Sihaporas, juga dilibatkan dalam penandatanganan komitmen ini.
Kesepakatan tersebut mencakup:
- Konservasi keanekaragaman hayati seperti, Orangutan Tapanuli dan Harimau Sumatera.
- Reboisasi dan rehabilitasi ekosistem Batang Toru.
- Pengelolaan APL yang berwawasan lingkungan.
- Kewajiban investor yang beroperasi di sekitar Batang Toru untuk mendukung konservasi.
- Serta penetapan langkah pemecahan masalah melalui koordinasi dan integrasi lintas daerah.
“Komitmen ini membuktikan bahwa, Kabupaten Tapsel sangat serius menjaga kelestarian hutan dan ekosistem Batang Toru,” cetus Syahrul.
Fokus Mitigasi dan Penanganan
Syahrul berharap, seluruh pihak dapat menempatkan persoalan pada konteks yang tepat yakni, bencana hidrometeorologi akibat cuaca ekstrem, yang diperparah oleh kondisi alam, dan penggunaan lahan di wilayah rawan.
Ia mendorong pemerintah serta instansi terkait untuk memperkuat mitigasi, rehabilitasi kawasan terdampak, dan langkah-langkah pencegahan agar kejadian serupa dapat diminimalkan di masa mendatang.
Terhadap bencana alam yang terjadi di 13 Kecamatan di Tapsel, khususnya di Desa Garoga, Huta Godang, dan Aek Ngadol, Syahrul meminta supaya keseluruhan infrastruktur yang rusak misalnya, rumah penduduk dan lainnya, agar segera dibangun dan pemerintah pusat ikut menanganinya.
“Kiranya, pemerintah pusat juga bisa mempertimbangkan, bagi daerah yang mengalami bencana alam, TKDD (transfer ke daerah dan dana desa) 2026 agar jangan dilakukan pemotongan. Sehingga, daerah terdampak bencana tersebut bisa memperbaiki infrastruktur daerahnya yang rusak,” pungkas Syahrul menutup.
Banjir dan Longsor
Sebagai informasi, bencana banjir bandang dan tanah longsor dahsyat yang melanda beberapa wilayah, termasuk Kabupaten Tapsel pada Selasa (25/12/2025). Bencana yang dipicu cuaca ekstrem itu memporak-porandakan sebagian besar Tapsel, hingga menimbulkan korban jiwa dan kerusakan masif.
Bencana ini, ditengarai akibat meluapnya Sungai-sungai di Tapsel utamanya di Aek Garoga disertai hanyutnya ribuan glondongan kayu di Kecamatan Batang Toru. Sedikitnya, 15 dari 13 Kecamatan di Tapsel, turut terdampak akibat musibah ini.
Bahkan, ratusan rumah warga, fasilitas publik, serta infrastruktur daerah, dan nasional mengalami kerusakan berat. Wilayah terdampak terparah berada di Desa Garoga, Huta Godang, dan Aek Ngadol, Kecamatan Batang Toru. Puluhan jiwa dilaporkan meninggal dunia.
Sedangkan puluhan orang lainnya, masih dinyatakan hilang akibat meluapnya Sungai Garoga. Dampak meluapnya Sungai Batang Toru, juga membawa material lumpur dan sebagaian disertai kayu gelondongan yang menumpuk di berbagai desa seperti, Hapesong Baru, Kecamatan Batang Toru.
Banjir juga menerjang Desa Muara Huta Raja, Manoppas, dan Appolu di Kecamatan Muara Batang Toru. Dan juga, banjir menerjang Bandar Tarurung, Sibara-bara, dan Rianiate di Kecamatan Angkola Sangkunur. Di hulu Sungai Garoga yang berada di Tapteng banyak yang APL.
Sedangkan yang di Tapsel kebanyakan Hutan Lindung. Aliran air yang meluap dengan kecepatan tinggi membawa ribuan gelondongan kayu, menghancurkan rumah-rumah warga, dan membuat seluruh Desa Garoga rata dengan tanah akibat sapuan material kayu dan lumpur. (Rel/Reza FH)















