Example floating
Example floating
BeritaDaerahPadangsidimpuanRilisSumut

SHI Desak Negara Hadir Pulihkan Ekologi dan Hak Warga Terdampak Banjir

25
×

SHI Desak Negara Hadir Pulihkan Ekologi dan Hak Warga Terdampak Banjir

Sebarkan artikel ini
Ketua DPW SHI Sumatera Utara, Hendra Hasibuan
Ketua DPW SHI Sumatera Utara, Hendra Hasibuan. (Foto: Ist)

PIONERNEWS.COM, PADANGSIDIMPUAN – Ketua DPW Sarekat Hijau Indonesia (SHI) Sumatera Utara, Hendra Hasibuan, menyampaikan kritik keras di hari peringatan hak asasi manusia (HAM) bahwa, negara harus hadir menjamin kembali kehidupan yang layak bagi para korban banjir akibat bencana ekologi.

“Korban banjir akibat bencana ekologi harus mendapatkan hak asasi manusia, negara harus hadir untuk memenuhi dan menjamin kehidupan yang layak kembali terhadap para korban bencana. Jangan hanya hadir untuk pencitraan,” kata Hendra lewat rilis resmi yang diterima, pada Rabu (10/12/2025).

Ia menyampaikan kritik ini, khususnya terhadap pemerintah yang dinilai gagal menunjukkan keseriusan dalam menangani bencana banjir berulang serta lemahnya penegakan hukum terhadap korporasi perkebunan sawit yang diduga berkontribusi besar terhadap kerusakan lingkungan di Sumatera.

Menurut Hendra, kepercayaan publik terhadap pemerintah terus terkikis karena respon yang dianggap lamban, tidak berbasis data ilmiah, dan tidak menyentuh akar persoalan ekologis. Ia menilai negara seolah-olah hadir hanya untuk mengumumkan status darurat.

Negara, kata Hendra, tak menunjukkan langkah strategis jangka panjang untuk memulihkan ekosistem dan menjamin keselamatan warga. Baginya, bencana banjir di Sumatera bukan kejadian alamiah semata.

“Ini adalah akumulasi dari pembiaran terhadap perusakan hutan, ekspansi perkebunan sawit yang tidak terkendali, serta kegagalan negara menegakkan hukum terhadap para pelaku utamanya,” tegas Hendra.

Ia menambahkan bahwa, pola banjir yang semakin parah setiap tahun menunjukkan adanya kerusakan ekologis yang sistemik, terutama di kawasan hulu yang dulunya merupakan penyangga air.

“Korporasi besar tetap beroperasi tanpa kontrol ketat, sementara masyarakat di hilir menanggung seluruh dampaknya,” cetusnya.

Hendra menegaskan, kebijakan negara kerap dikendalikan oleh kepentingan ekonomi kelompok elite yang memiliki kedekatan struktural dengan pemegang kekuasaan.

“Selama struktur kekuasaan ini tidak berubah, maka penegakan hukum lingkungan hanya menjadi slogan. Negara seperti kehilangan keberaniannya untuk menindak korporasi yang secara nyata memperparah bencana,” ungkap Hendra.

Ia menekankan, kondisi ini bukan sekadar kesalahan teknis, melainkan bentuk abainya negara terhadap kewajiban konstitusional untuk melindungi rakyat dan alam. Pemerintah seharusnya menjamin pencegahan bencana, pemulihan ekologis, dan penegakan hukum tanpa diskriminasi.

Hendra yang juga Koordinator Jaringan Advokasi Masyarakat Marjinal (JAMM) menggambarkan beratnya kehidupan masyarakat pasca-banjir. Banyak warga kehilangan sumber penghidupan, tempat tinggal, dan akses pada air bersih.

“Bencana ekologis tidak hanya merusak lingkungan, tetapi juga memperparah ketidaksetaraan sosial dan ekonomi yang telah lama ada. Rakyat menderita berkali-kali, kehilangan rumah, kehilangan pekerjaan, kehilangan tanah, dan kehilangan kepercayaan terhadap negara,” tuturnya.

SHI Sumatera Utara juga mendesak pemerintah untuk melakukan audit lingkungan menyeluruh, menghentikan izin-izin yang melanggar tata ruang, serta menegakkan hukum tanpa kompromi terhadap perusahaan-perusahaan yang terbukti merusak lingkungan.

Hendra menegaskan, masa depan keselamatan ekologis Sumatera sangat bergantung pada keberanian politik pemerintah saat ini. Jika negara terus abai, maka bencana tidak hanya akan berulang, tetapi akan semakin mematikan.

“Pemerintah harus memilih, berpihak pada rakyat dan kelestarian lingkungan atau terus berada di bawah bayang-bayang kepentingan oligarki sawit,” pungkas Hendra. (Rel)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *