Example floating
Example floating
BeritaDaerahHukumSumutTapanuli Selatan

Kasihan, Pembeli Lahan Malah Jadi Terdakwa Perambahan Hutan di Tapsel

49
×

Kasihan, Pembeli Lahan Malah Jadi Terdakwa Perambahan Hutan di Tapsel

Sebarkan artikel ini
Suasana sidang terkait kasus dugaan perambahan hutan di Kabupaten Tapsel yang penuh kejanggalan
Suasana Sidang: Suasana sidang terkait kasus dugaan perambahan hutan di Kabupaten Tapsel yang penuh kejanggalan. (Foto: Ist)

PIONERNEWS.COM, TAPANULI SELATAN – Sidang perkara Pidana No.41/Pid.Sus-LH/PN.Psp dengan Terdakwa I berinisial, TS dan Terdakwa II inisial, RN, kini sudah memasuki tahap pembuktian, pada Kamis (06/03/2025).

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Rifka Cendela Sihombing, SH, dari Kejari Padang Lawas Utara (Paluta) menghadirikan saksi, Jemmy Juliater S Siburian dan Minda Monda Harahap yang keduanya merupakan Anggota Polres Tapanuli Selatan (Tapsel).

Tirta R Bintang, SH, MH, dan Ramses Kartago, SH, selaku Kuasa Hukum para Terdakwa, mencecar beberapa pertanyaa terhadap kedua saksi dari Polres Tapsel tersebut.

Antara lain yaitu saat penyergapan apakah dihadiri oleh Anggota/Ahli dari KPH Spirok? Namun dari keterangan kedua saksi tersebut berbeda-beda. Satu saksi mengatakan anggota KPH Spirok yang tidak menggunakan seragam Dinas Kehutanan.

Sedangkan satu saksi lagi menyampaikan anggota KPH Sipirok tersebut menggunakan pakaian seragam Dinas Kehutanan.  Lalu, ketika ditanya siapa yang melakukan olah TKP dan gambar lokasi, kedua saksi tersebut tidak mengetahui siapa yang melakukan olah TKP dan menggambar lokasi TKP (HPT).

Lebih lanjut kuasa hukum menyampaikan kepada saksi, jika hutan tersebut masih perawan seperti penjelasan saksi, kenapa ada jalan menuju dan di dalam lahan Terdakwa II, dan sudah juga sudah ada kolam untuk pengairan di lahan tersebut.

Dan apakah saudara saksi mempertanyakan sejak kapan adanya jalan tersebut? Apakah kolam alami atau kolam buatan? Dan apakah ada plang pemberitahuan dari instasi pemerintah terkait tentang larangan memanfaatkan hutan tanpa izin?

Para saksi pun tidak dapat menjelaskan dan tidak mengetahuinya. Para saksi mengaku hanya menjalankan perintah dari Pimpinan karena adanya laporan masyarakat sekitar jika di lahan Desa Sialang, Dusun Siboru Toba tersebut ada yang mengunakan alat berat jenis excavator.

Lantas, Kuasa Hukum pun mempartanyakan kembali, jika ada laporan warga setempat, berarti sudah ada pemukiman warga, atau sudah ada lahan perkebunan warga lainnya di sekitar TKP tersebut. Apakah termasuk juga hutan perawan jika sudah ada pemukiman warga?

Saksi menjelaskan tidak melihat dan tidak mengetahui karena para saksi hanya fokus kepada alat berat dan tidak terlalu memperhatikan di luar area tersebut.

“Sangat mengherankan jika para saksi saat ke lokasi tidak melihat-lihat sekeliling sekitar area (TKP) tersebut,” pungkas Tirta, selaku Kuasa Hukum.

Kemudian, ketika Jaksa Penutut Umum mempertanyakan gambar siapa yang ada di samping excavator, saksi menjawab gambar tersebut adalah gambar saudara ASN, salah satu anggota Polres Tapsel, bukan gambar saksi sendiri.

Tentu jawaban itu juga membingungkan. Karena, pada penjelasan lain menyatakan saksi sendiri yang mendatangi Terdakwa I untuk segera memberhentikan operasi alat berat.

Selanjutnya Kuasa Hukum Terdakwa I dan Terdakwa II pada persidangan tersebut mengajukan bukti surat berupa alas hak sebanyak 22 bukti surat ganti rugi dari Sharin Batubara yang diduga mantan anggota Polres Padang Lawas.

Karena suami Terdakwa II membeli lahan seluas 180 Hektare tersebut dari saudara Sahrin Batubara dengan harga Rp1,8 miliar. Di mana jual beli tersebut dilakukan di hadapan inisial, Juragan Harahap, selaku Kepala Desa Sialang, Dusun Siboru Toba, pada saat itu.

Kepada awak media, usai sidang, Kuasa Hukum para Terdakwa menegaskan Terdakwa II memperoleh tanah tersebut warisan dari suaminya dengan alas hak hukum yang kuat (surat segel/tanah adat/ganti rugi).

Jika areal yang dijual oleh Sharin Batubara saat itu adalah hutan produktif, maka mestinya Kapolri, KPK, dan Kejaksaan Agung, harus mengusut dan melakukan penyelidikan/penyidikan memeriksa Sharin Batubara sebagai penjual, dan Juragan Harahap selaku Kepala Desa Sialang.

“Kenapa hutan produktif bisa diperjual belikan? Berarti ini merupakan suatu tindak pidana korupsi. Jangan Klien kami yang dikorbankan. Padahal Klien kami adalah pembeli yang beritikad baik yang membeli areal tersebut dengan harga Rp1,8 miliar,” imbuhnya.

Kuasa hukum juga mengaku sudah melayangkan surat kepada Kapolri, KPK, dan Jaksa Agung untuk melakukan tindakan hukum terhadap Sahrin Batubara dan Juragan Harahap.

Selain menyangkut materi perkara itu, Kuasa Hukum juga menyampaikan bahwa, pihaknya sudah berkirim surat kepada Kepala Divisi Propam Mabes Polri agar segara melakukan pemeriksaan dan penindakan terhadap oknum Polres Tapsel berinisial IP dan AEP yang memeriksa perkara ini.

Karena, diduga meminta uang kepada TS sejumlah Rp230 juta untuk menutup perkara agar tidak dilanjutkan atau dihentikan. Namun kenyataannya perkara tetap berlanjut hingga ke Pengadilan.

Diketahui, perkara ini bermula pada tanggal 21 Oktober 2024 Terdakwa I TS telah tertangkap tangan oleh Polres Tapsel merambah hutan di Desa Sialang, Dusun Siboru Toba, yang menurut Terdakwa I areal tersebut milik Terdakwa II yang diperoleh Terdakwa II dari almarhum suaminya.

Di mana alas hak Terdakwa II atas areal tersebut berupa surat ganti rugi dari Sahrin Batubara, yang dilakukan di hadapan, diketahui, dan ditandatangani oleh Kepala Desa Sialang.

Tirta, selaku Kuasa Hukum Terdakwa juga menyampaikan, perkara tersebut dipaksakan untuk diproses. Sebagaimana dalam fakta dan data-data serta informasi yang didapat keterangan dari Terdakwa I dan Terdakwa II bahwa, Terdakwa I saat itu ditahan dan diminta keterangannya, dan tidak diperbolehkan pulang sejak tanggal 21 Oktober 2024 sampai dengan tanggal 25 Oktober 2024.

Selanjutnya Terdakwa II juga saat itu baru tiba dari Jakarta ke Tapsel pada 23 Oktober 2024, dengan itikad baik Terdakwa II ingin melihat Terdakwa I secara tiba-tiba Terdakwa II di BAP dan telah juga diminta bukti-bukti kepemilikan hak milik Almarhum suaminya.

Namun dalam keterangan BAP tersebut penyidik tidak menerangkan keterangan sebagaimana yang dijelaskan oleh Terdakwa II. Selanjutnya, proses hukum pemeriksaan tersebut juga janggal karena Laporan Polisi tersebut tanggal 23 Oktober 2024.

Nnamun, penyergapan/penahanan terhadap Terdakwa I sudah sejak 21 Oktober 2024 dan proses hukum tersebut begitu cepat, karena saudara TS dan saudari RN telah ditetapkan tersangka tanggal 24 Oktober 2024, tanpa mengindahkan bukti yang ditunjukkan Terdakwa II serta mengklarifikasi terhadap Saudara Juragan Harahap selaku Kepala Desa Sialang, Dusun Siboru Toba serta penjual saudara Sharin Batubara selaku penjual kepada suami Almarhum Terdakwa II.

Oleh sebab itu, Kuasa Hukum Terdakwa menyampaikan bahwa, penyelidikan/penyidikan tersebut belum sempurna. Karena penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam Undang-undang ini (Pasal 1 angka 5 KUHAP dan Pasal 1 angka 7 Perkap Nomor 6 tahun 2019).

Sedangkan penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu, membuat terang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya (Pasal 1 angka 2 KUHAP dan Pasal 1 angka 2 Perkap Nomor 6 tahun 2019).(Rel)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *