PIONERNEWS.COM, PADANG LAWAS UTARA – Pengadilan Negeri (PN) Padangsidimpuan kembali menggelar sidang perkara kasus perambahan Hutan di lokasi yang di sengketakan di Dusun Siboru Toba, Desa Sialang, Kecamatan Padang Bolak Julu, Kabupaten Padang Lawas Utara (Paluta), Jumat (21/03/2025).
Kasus tersebut digelar berdasarkan adanya aduan masyarakat ke terdakwa I inisial, TS dan terdakwa II, RN atas kasus perambahan Hutan seluas 180 Hektare. Sidang yang dipimpin Majelis Hakim, Silvianingsih, SH, MH, didamping Rudi Rambe, SH, dan Azhary Prianda Ginting, SH, Pengadilan ingin mengecek lokasi objek Lahan.
Pada sidang yang dimulai sekitar pukul 12.00 WIB ini, pihak penggugat, JPU, Kuasa Hukum terdakwa, serta masyarakat sekitar ikut menunjukkan batas-batas lahan. Diawal sidang, Ketua Majelis Hakim menanyakan JPU, apakah mengetahui lokasi ini. Lantas, JPU menjawab tidak mengetahui.
Selanjutnya, dari pihak Kepolisian dari Polres Tapanuli Selatan yang melakukan penangkapan terhadap para terdakwa mengatakan, tidak ada sawah pada saat penangkapan. Sedangkan Timur yaitu, salah satu saksi di persidangan sebelumnya, mengatakan, sawah itu sudah lama ada.
Menurut Kuasa Hukum terdakwa, Tirta R Bintang SH, MH, dan Ramses Kartago, SH, terdapat perbedaan hasil GPS saksi dari KPH Sipirok pada penangkapan dan yang dilaksanakan hari ini.
“GPS saat penangkapan dan GPS hari ini serta GPS yang digunakan masih sama. Tetapi ada perbedaan,” ucap Ramses, kepada saksi dari KPH Sipirok di depan Majelis Hakim.
Tirta juga menambahkan bahwa, kliennya juga memiliki alas hak atas lahan tersebut berupa surat ganti rugi yang diketahui Kepala Desa setempat.
“Jadi, Lahan yang mereka sebut sebagai Hutan perawan itu sudah lama dikelola oleh masyarakat sebelum berganti kepemilikannya. Dan Lahan dari klien kami ini juga memiliki surat ganti rugi sebanyak 22 lembar,” ungkapnya.
Menurut Tirta, sidang di lokasi ini perlu dilakukan pemeriksaan setempat untuk melihat fakta di lapangan. Di lokasi tersebut, salah satu warga sekitar, Nasir, mengatakan bahwa, Lahan yang disengketakan ini merupakan tempat masyarakat setempat berusaha dalam mencari nafkah dahulu.
“Sebelum dibeli oleh Almarhum suami terdakwa II (RN) ini merupakan tempat kami mencari rezeki. Tapi, namanya kami masyarakat kecil sehingga terbatas dalam pengelolaan Lahan,” katanya.
“Saya juga merasa heran, kenapa setelah Almarhum meninggal baru ada masalah seperti ini? Karena, pemilik sebelumnya Bapak Batubara juga saat mengelola tidak ada masalah,” tambah Nasir menutup.(Rel)