PIONERNEWS.COM, TAPANULI SELATAN – Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Batang Toru, yang dikelola PT North Sumatera Hydro Energy (NSHE) di Kabupaten Tapanuli Selatan (Tapsel) semakin mendekati fase akhir konstruksinya dengan kapasitas 510 Megawatt.
“Proyek ini digadang-gadang menjadi tulang punggung pasokan listrik bersih di wilayah Sumatera. Sekaligus jadi langkah konkret Indonesia menuju transisi energi ramah lingkungan,” ujar Ir Hadi Susilo, MM, Expert Sipil Bangunan Air PT NSHE di sela site visit Dam Area PLTA Batang Toru oleh para Jurnalis saat Journalist Gathering di Kecamatan Sipirok, pada Kamis (25/04/2025).
Dalam kegiatan bertema, ‘Sinergi Energi Merajut Masa Depan’ ini, Hadi menerangkan, setelah mengalami berbagai tantangan, progres pembangunan PLTA berhasil menembus seluruh jaringan terowongan bawah tanah sepanjang 13,5 Km, sebagai tonggak penting yang membuka jalan bagi percepatan penyelesaian proyek.
“PLTA Batang Toru bukan hanya soal listrik. Ini tentang masa depan yang lebih hijau, stabilitas energi, dan pengurangan emisi karbon yang signifikan,” imbuh Hadi.
Ia menjelaskan, proyek ini juga tidak terlepas dari berbagai kontroversi. Karena, proyek ini terletak pada ekosistem Batang Toru yang menjadi Rumah bagi Orangutan Tapanuli. Yang mana, Orangutan Tapanuli merupakan spesies kera besar paling langka di dunia.
“Banyak aktivis lingkungan menyuarakan kekhawatiran terhadap dampak ekologis proyek ini. Namun, NSHE menanggapi hal ini dengan menyatakan komitmennya terhadap konservasi dan pembangunan berkelanjutan melalui berbagai studi dan mitigasi risiko lingkungan,” tegasnya.
Menurutnya, jika tak ada hambatan, PLTA Batang Toru dijadwalkan akan beroperasi secara komersil pada 2026 dan diproyeksikan mampu mengurangi emisi karbon hingga 2,2 juta Ton per tahun atau setara dengan menanam lebih dari 12 juta Pohon.
Terkait manfaat utama baik secara pasokan listrik, sosial, ekonomi, dan lingkungan, lanjut Hadi, dengan kapasitas 510 Megawatt, PLTA Batang Toru dapat menyuplai kebutuhan listrik pada saat beban puncak di wilayah Sumatera Utara (Sumut) dan mampu mengurangi ketergantungan terhadap pembangkit listrik berbahan bakar fosil.
Di samping itu, PLTA Batang Toru juga mampu melakukan efisiensi biaya energi hingga US$383 juta per tahun dalam biaya bahan bakar fosil. Serta, dapat mengurangi biaya operasional sektor energi dalam jangka panjang.
“Transisi energi Nasional, juga menjadi bagian dari strategi Nasional untuk meningkatkan porsi Energi Baru Terbarukan (EBT) guna mendukung target net zero emission Indonesia di tahun-tahun mendatang,” katanya.
Sedangkan untuk pembangunan infrastruktur dan ekonomi lokal, PLTA Batang Toru juga telah meningkatkan akses jalan, fasilitas umum, dan membuka lapangan kerja selama masa konstruksi maupun operasional hingga pemberdayaan masyarakat lokal melalui pelatihan dan pengembangan keterampilan.
“Proyek ini tetap menggunakan teknologi bendungan run-of-river yang tidak menenggelamkan area luas seperti bendungan besar pada umumnya. Namun mengurangi dampak lingkungan secara signifikan dibandingkan pembangkit lain,” tukasnya.(Reza FH)