x

Mencinta pada ‘Sang Maha Cinta’ Lewat Perspektif Majenun

waktu baca 4 menit
Minggu, 27 Nov 2022 01:06 0 27 Reza FH

Mencinta pada ‘Sang Maha Cinta’ Lewat Perspektif Majenun

*Redaksi*

Pionernews.com

Alkisah, hidup seorang pria bernama, Majenun, yang sedang mabuk cinta akan kekasihnya, Layla. Satu ketika, pria tangguh itu hendak menemui Layla, dengan menaiki unta betina menuju rumah kekasihnya.

Sayangnya, unta betina itu, baru saja melahirkan, sehingga rasa sayang terhadap anak-anaknya teramat dalam. Akhirnya, ketika di tengah perjalanan bersama Majenun, unta betina itu seperti setengah hati berjalan di tengah terik padang pasir.

Kadang berjalan dan sering berhenti, bahkan mundur ke belakang lantaran teringat anaknya. Majenun, pun tak kunjung sampai ke rumahnya Layla. Majenun mulai sadar bahwa, ia keliru. Dia mulai berpikir, kalau ia terus menunggangi unta itu, maka hanya jalan di tempat.

“Saat itu ceritanya, Majenun langsung lompat (dari unta) dan langsung jatuh. Kakinya patah. Cuma saking rindunya sama Layla, kakinya patah ndak masalah. Akhirnya tubuhnya (Majenun) ia gelundung-gelundungi (guling-gulingkan), sampe rumahnya Layla,” ujar filsuf asal Indonesia, Dr Fahruddin Faiz, dalam kajian lanjutan buah fikir Wali Masyhur, Syekh Jalaludin Rumi, di Kanal YouTube @Media Koentji.

Unta Betina Bagaikan Dunia

Sebenarnya, kata Faiz, kisah tersebut adalah isyarat. Unta betina itu bagaikan dunia. Tidak akan mungkin, manusia bisa cepat bertemu ‘Sang Maha Cinta’, kalau beban dunia, sangat memberati hidup.

Kalau manusia sibuk luar biasa oleh hal-hal yang tidak ada hubungannya dengan satu hal yang dekat dengan ‘Sang Maha Cinta’, maka semua terasa berat. Pilihan hidup, cuma dua yakni semua yang ada di sekeliling manusia, diajak untuk mendekat sama Allah atau ditinggalkan.

“Kalau tidak, kamu ndak akan nyampe-nyampe kepada Allah. Kamu punya pacar, ini dia jadi penghalangmu untuk deket sama Allah. (Jadi) alternatifnya ada dua, ajak dia (pacarmu) untuk bareng-bareng dekat (Allah) atau kamu tinggal. (Jika masih berpikir), akh nyari (pacar) lagi susah, Pak. Itu berati (jika punya pikiran seperti itu), dunia (berarti) masih menghambatmu,” jelasnya.

Mungkin saja, hal-hal seperti nilai kuliah, target kehidupan, atau bahkan pekerjaan sekalipun, itu adalah beban manusia yang menghambat menuju Allah.

Hal-hal itu bisa saja melambatkan gerak manusia mendekat ke Allah, kecuali diajak juga beban-beban itu atau jika tidak, maka buanglah, jika kuliah buat manusia tidak setia lagi sama imannya.

Atau gara-gara kuliah, malah menjadi manusia berbuat curang dan sebagainya. Hanya ada dua alternatifnya, ‘Ilahikan’ semuanya, atau tinggal sekalian. Itu rumusnya Rumi, sebut Faiz.

Kalau tidak, manusia akan seperti unta betina di atas, yang hanya jalan di tempat. Manusia, kadang berkobar semangat untuk dekat sama Allah. Tapi di tengah pertengahan perjalanan untuk dekat, ke Sang Pencipta, muncul fikiran-fikiran untuk mundur lagi.

“Akh, kalau kayak gini (beribadah ke Allah) gak bisa Cumlaude, Pak. (Akhirnya) mundur lagi. Terus begitu, maka tinggallah unta betinamu, meskipun kamu berat, sampai harus gelundung kayak (Majenun) tadi (untuk sampai ke Allah). Ya memang berat, meninggalkan dunia. Tapi, kalau ndak (ditinggalkan), ya kamu gak nyampe. Gak bisa ilaihi roji’un (kembali ke Allah), hatimu gak akan bersih,” beber Faiz.

Syair Jalaludin Rumi tentang ‘Sang Maha Cinta’

Maka, Rumi juga pernah bersyair : “Lepaskan ikatan, yang membelenggu jiwamu, bebaskan dirimu, selama ini kamu diperbudak harta. Kilauan emas dan perak membuat mata mu tertutup. Kamu ingin memiliki dunia? Atau kamu ingin mengisi cawan mu dengan seisi lautan? Apa gunanya?

Perhatikan kerang, dia mengisi air dengan secukupnya, sehingga bisa melahirkan mutiara. Isilah dirimu dengan air kasih. Kasih yang bisa mengobati segala macam penyakit dan taklukkan keangkuhan. Hingga kasih yang menaklukkan Musa Alaihissalam di atas Bukit Sinai”.

“Jadi, dunia ya (perlu), cuma ambil secukupnya saja, jangan mabuk oleh dunia, jangan terikat oleh dunia. Kerang itu, ambil air yang paling bagus, gak usah banyak-banyak secukupnya saja, karena ada saatnya air ini jadi mutiara. Dunia juga gitu, ambil sebutuhmu saja. Setelah itu, jalankan tugasmu yang sejati di dunia ini yakni, kembali pada Allah. Kalau terlalu banyak, kamu ndak akan kuat berjalan. Jangan tertipu, oleh dunia,” ungkap Faiz.

Faiz juga mengajak masing-masing manusia untuk introspeksi diri. Di mana, mulai saat ini, coba urutkan apa saja yang paling penting di dunia pada masing-masing diri manusia.

Misal nomor satu kuliah, kemudian pekerjaan, lalu apa saja urusan, harus tertulis. Lalu, lakukan hal yang sama terhadap urusan akhirat. Maka setelah itu, coba presentasekan besaran mana antara urusan duniawi dengan akhirat.

Dan pengurutannya harus jujur, tidak boleh ada manipulasi, apalagi tidak ada yang menilai. Belajar jujur untuk diri sendiri. Nanti, jika presentasenya lebih besar yang dunia, sedang akhirat terbengkalai, maka kurangi beban dunia.

“Jangan kuatir, dunia punya Allah, dunia seisinya akan jadi milik yang merasa memiliki-Nya. Allah lebih mengerti. Tidak perlu capek memikirkan dunia itu. Tapi, jika dunia ikut dipikirkan, maka Allah akan menjauh,” pungkasnya.

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

x